Simak Kesenian Populer Dari Indramayu Yang Bernama Tarling!

Cerita Nusantara – Di tengah terik matahari yang menyengat, di sebuah gang di Kecamatan Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, yang dipenuhi dentuman sound system. Dengan penuh semangat para warga menyaksikan salah satu kesenian Indramayu yang populer yang bernama tarling.

Rasulan merupakan tradisi khas masyarakat Indramayu untuk merayakan kelahiran seorang anak perempuan dalam keluarga mereka.

Namun, tujuan sebenarnya adalah untuk menyaksikan penampilan seorang biduan tarling bernama Githa Gusmania yang dinantikan oleh warga untuk menghibur dalam acara-acara tersebut. Kali ini, Githa memilih untuk tampil di acara khitanan.

Githa Gusmania naik ke atas panggung dan menyapa para tamu setelah diintroduksi oleh MC. “Ada lagu apa yang ingin kalian dengar dari Githa?” tanya Githa dengan bahasa Dermayon (Indramayuan) kepada penonton.

Ia kemudian membawakan kesenian indramayu tersebut dengan lagu-lagu tarling populer dengan judul-judul yang unik dan beragam, seperti “Midua Cinta”, “Pecak Welut”, dan “Ngadu Bokong”.

Githa tidak tampil sendirian di panggung. Ia didukung oleh sebuah grup musik yang terlihat seperti orkes melayu (OM) pada umumnya, lengkap dengan pemain gitar listrik, bas, keyboard, drum, pemukul simbal, dan pemain kendang.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan seperti, mengapa tarling memiliki penampilan yang mirip dengan orkes dangdut?

Menurut Aris Setyawan, seorang etnomusikolog, dalam situsnya, tarling mulai melebur dengan dangdut berkat popularitas dangdut yang meningkat pada era 1970-1980-an.

Seorang musisi tarling bernama Udin Zaen bersama grupnya, Kamajaya, menjadi pelopor dalam menggabungkan tarling dengan dangdut pada era tersebut. Sub-genre dangdut tarling pun dengan cepat populer di kalangan penggemar musik di Pulau Jawa.

Meskipun tarling sudah ada sejak lama di daerah Dermayon, yang meliputi Indramayu, Cirebon, serta wilayah lain di sekitar Priangan Timur seperti Kuningan, Majalengka, dan Subang, tarling baru mulai melebur dengan dangdut pada periode tersebut.

Namun, berdasarkan penelitian oleh Sandra Bader, tarling yang merupakan singkatan dari “gitar” dan “suling” sudah ada sejak beberapa puluh tahun sebelumnya melalui peran seorang musisi bernama Sugra. “Tarling mulai berkembang pada era kolonial Belanda pada 1930-an dan lahir dari tangan Sugra, seorang pemain gitar yang mentransfer skala pentatonik gamelan ke dalam permainan gitar dan memainkannya bersamaan dengan suling atau seruling,” jelas Bader.

Sumber : cnnindonesia.com