Pembangunan Pemerintahan Jokowi Sangat Boros

Cerita NusantaraPembangunan pemerintahan Presiden Jokowi disebut sangat boros oleh Ekonom Senior INDEF Faisal Basri . Hal itu dapat dilihat dari jumlah belanja negara dan rasio pajak yang jauh berbeda. 

Penyebab Pembangunan Pemerintahan Jokowi Boros

Jumlah belanja negara dan rasio pajak yang tidak seimbang mengakibatkan pemerintah harus menarik utang untuk menutupi jarak atau selisih tersebut. 

“Di era Jokowi belanja tidak turun, tapi tax ratio turun terus. Jadi makin menganga dan ini harus ditutup dengan utang. Utang oke, tapi untuk tujuan-tujuan yang produktif agar tak membebani generasi yang akan datang,” ungkap Faisal Basri di program Your Money Your Vote CNBC Indonesia. 

Mahalnya pembangunan pemerintahan Jokowi, kata dia, terlihat pada data Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau indikator untuk mengukur rasio besaran modal yang dibutuhkan untuk menambah satu output atau keluaran ekonomi. 

Adapun angka rata-rata ICOR pada era Soeharto hingga SBY berkisar antara 4-4,6%. Sementara era Jokowi pada periode pertama sebesar 6,5%.

“Jadi, lebih dari separuh yang dibutuhkan tambahan modal untuk membangun satu jembatan atau 1 kilometer jalan. Misalnya. 2020 kan negatif, 2021-2022 7,3%. Super boros. Artinya nggak produktif,” jelasnya.

Faisal mengatakan, pembangunan yang perlu ditingkatkan hanya dari segi Sumber Daya Manusia (SDM). Itu terlihat dari angka harapan hidup warga Indonesia yang selama dua tahun terakhir ini mengalami penurunan. 

“Faktanya angka harapan hidup Indonesia 2 tahun terakhir turun. Kita capai 70 tahun, sekarang tinggal 67 tahun. (Dibandingkan) Sama Timor Leste, kita lebih pendek umurnya. Kalau mau protes pemerintah datanya nggak benar, protes bank dunia. Saya pakai bank dunia buat perbandingan,” tuturnya. 

Ia juga menyinggung soal infrastruktur maritim yang sempat digadang-gadang pada awal masa pemerintahan Jokowi. Kala itu, Presiden menyebut sektor kemaritiman Indonesia sangat potensial. Akan tetapi, pemeliharaan pada poros maritim di Indonesia tidak berjalan, termasuk tol laut. 

“Praktisnya nggak ada yang dilakukan selain tol laut yang kita nggak begitu dengar lagi dan efeknya pembangunan infrastruktur yang meningkatkan konektivitas. Ini logikanya menurunkan ongkos logistik. Nah ongkos logistik bergeming 20%an. Ada yang salah. Desainnya kok jadi aneh seolah-olah nggak dilakukan dengan perencanaan yang baik,” pungkasnya.

Sumber: CNBC Indonesia